Jakarta,
Pakar
hukum Mahfud MD mengungkapkan kejanggalan kegilaan pelaku penyerangan
terhadap kiai di Bandung. Mengutip pesan pendek dari dokter yang ia
terima, ia mengatakan bahwa ada dua tanda orang gila, yakni melihat ke
atas sembar tertawa-tawa dan jika berjalan tegak berputar-putar.
“Tidak
mungkin dia (orang gila) memukul memilih sasaran dan memilih waktu. Itu
buatan,” katanya saat menjadi pembicara di salah satu program televisi
nasional swasta, Selasa (13/2).
Mahfud
menyatakan agak tepat pendapat Din Syamsuddin yang dikutip oleh
Zulkarnain, yakni nampaknya ada skenario yang sistemik. Ia mencontohkan
operasi intelijen. Intelijen dapat melakukan state terrorism, yaitu
teror yang dilakukan oleh negara agar rakyat bisa ditakut-takuti,
ditundukkan.
Namun, melihat Kapolri sepertinya
sungguh-sungguh kewalahan. Artinya, ada kemungkinan bukan operasi
intelijen seperti dugaan pertama.
Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 itu mengungkapkan berbagai kemungkinan yang terjadi.
“Bisa
saja kelompok umat sendiri untuk membangun solidaritas bersama. Bisa.
Bukan tidak bisa. Itu juga bagian langkah sistemik. Biar teman-teman
kita marah menuduh yang lain itu sangat bisa,” lanjutnya.
Selain
itu, kemungkinan lain yang diungkapkan oleh Mahfud adalah kelompok
politik tertentu dan orang-orang yang memang anti terhadap kelompok
agama tertentu. Mungkin juga intelijen asing karena proxy war, misalnya.
“Oleh karena itu, ini tidak bisa dijatuhkan kepada institusi tertentu. Juga tidak mudah,” katanya.
Mengutip
Imam Ghazali, Mahfud menjelaskan bahwa kerusakan rakyat merupakan
akibat kerusakan pemerintah, dan kerusakan pemerintah disebabkan oleh
kerusakan cendekiawan. Kerusakan cendekiawan karena mengharapkan harta
dan kedudukan.
“Sering membuat pendapat-pendapat pesanan, sering memberi masukan-masukan yang dimanipulasi,” katanya.
Menteri
Pertahanan Era Kabinet Persatuan itu juga menegaskan bahwa sangat
bahaya jika permasalahan tersebut tidak segera diselesaikan.
“Kalau kita sudah tidak percaya aparat, nanti orang kan mengambil jalan sendiri-sendiri,” katanya.
Dalam
beragama, menurut Mahfud, jangan terlalu ekstrem, sebab perbedaan itu
fitrah. Kalau Allah mau, katanya mengutip ayat Alquran, semua manusia
itu sama.
“Tapi kata Allah, Saya sendiri yang menciptakan kamu berbeda agar maju bersama, bukan mau bertengkar,” ujarnya.
Melihat
Al-Qur’an, Allah sangat toleran. Allah menyebut diri-Nya ‘Allah’ di
hadapan orang beriman, sedang kepada orang yang tidak iman menyebut
diri-Nya Tuhan, Rabb.
“Ini yang harus disadarkan kepada orang-orang ekstrem,” tegasnya.
Agama
sebenarnya pembawa damai. Oleh karenanya, ia mengingatkan agar tidak
sedikit-sedikit mengatakan kafir, murtad, haram, dan bidah. “Adalah
salah anda itu beragama kalau hidup anda tidak damai,” pungkasnya. (Syakirnf/Abdullah Alawi)
Jakarta, NU Online
Pakar
hukum Mahfud MD mengungkapkan kejanggalan kegilaan pelaku penyerangan
terhadap kiai di Bandung. Mengutip pesan pendek dari dokter yang ia
terima, ia mengatakan bahwa ada dua tanda orang gila, yakni melihat ke
atas sembar tertawa-tawa dan jika berjalan tegak berputar-putar.
“Tidak
mungkin dia (orang gila) memukul memilih sasaran dan memilih waktu. Itu
buatan,” katanya saat menjadi pembicara di salah satu program televisi
nasional swasta, Selasa (13/2).
Mahfud
menyatakan agak tepat pendapat Din Syamsuddin yang dikutip oleh
Zulkarnain, yakni nampaknya ada skenario yang sistemik. Ia mencontohkan
operasi intelijen. Intelijen dapat melakukan state terrorism, yaitu
teror yang dilakukan oleh negara agar rakyat bisa ditakut-takuti,
ditundukkan.
Namun, melihat Kapolri sepertinya
sungguh-sungguh kewalahan. Artinya, ada kemungkinan bukan operasi
intelijen seperti dugaan pertama.
Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 itu mengungkapkan berbagai kemungkinan yang terjadi.
“Bisa
saja kelompok umat sendiri untuk membangun solidaritas bersama. Bisa.
Bukan tidak bisa. Itu juga bagian langkah sistemik. Biar teman-teman
kita marah menuduh yang lain itu sangat bisa,” lanjutnya.
Selain
itu, kemungkinan lain yang diungkapkan oleh Mahfud adalah kelompok
politik tertentu dan orang-orang yang memang anti terhadap kelompok
agama tertentu. Mungkin juga intelijen asing karena proxy war, misalnya.
“Oleh karena itu, ini tidak bisa dijatuhkan kepada institusi tertentu. Juga tidak mudah,” katanya.
Mengutip
Imam Ghazali, Mahfud menjelaskan bahwa kerusakan rakyat merupakan
akibat kerusakan pemerintah, dan kerusakan pemerintah disebabkan oleh
kerusakan cendekiawan. Kerusakan cendekiawan karena mengharapkan harta
dan kedudukan.
“Sering membuat pendapat-pendapat pesanan, sering memberi masukan-masukan yang dimanipulasi,” katanya.
Menteri
Pertahanan Era Kabinet Persatuan itu juga menegaskan bahwa sangat
bahaya jika permasalahan tersebut tidak segera diselesaikan.
“Kalau kita sudah tidak percaya aparat, nanti orang kan mengambil jalan sendiri-sendiri,” katanya.
Dalam
beragama, menurut Mahfud, jangan terlalu ekstrem, sebab perbedaan itu
fitrah. Kalau Allah mau, katanya mengutip ayat Alquran, semua manusia
itu sama.
“Tapi kata Allah, Saya sendiri yang menciptakan kamu berbeda agar maju bersama, bukan mau bertengkar,” ujarnya.
Melihat
Al-Qur’an, Allah sangat toleran. Allah menyebut diri-Nya ‘Allah’ di
hadapan orang beriman, sedang kepada orang yang tidak iman menyebut
diri-Nya Tuhan, Rabb.
“Ini yang harus disadarkan kepada orang-orang ekstrem,” tegasnya.
Agama
sebenarnya pembawa damai. Oleh karenanya, ia mengingatkan agar tidak
sedikit-sedikit mengatakan kafir, murtad, haram, dan bidah. “Adalah
salah anda itu beragama kalau hidup anda tidak damai,” pungkasnya. (Syakirnf/Abdullah Alawi) / NU online
0 Response to "Lagi, Pendapat Mahfud MD tentang Orang Gila Serang Ulama"
Post a Comment